Taufiq Kiemas dan ’4 Pilar’




Minggu, 9 Juni 2013 09:30:21 WIB




4pilar96

SEBAGAI politisi papan atas, cara bicara Taufiq Kiemas sering tampak seperti tidak akademis. Ceplas-ceplos. Menyebut nama orang, bahkan nama Presiden Yudhoyono, suka keseleo lidah. Terkesan sebagai tokoh yang naif.


Tapi di balik semua itu, Taufiq Kiemas adalah seorang negarawan 24 karat. Ia memiliki komitmen kebangsaan yang nyaris tak ada bandingannya di masa sekarang. Demikan Adhie M Massardi dalam rilisnya yang dikirim ke poskotanews.com.


Ketika pembesar negara, mulai dari presiden, wapres, menteri, hingga anggota DPR/MPR dan para kepala daerah di seluruh Indonesia terjerembab ke lembah liberal, dan tercerabut dari akar budaya kebangsaannya, Taufik Kiemas menggunakan posisinya sebagai Ketua MPR untuk mengampanyekan “4 Pilar” (Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika), jtambah budayawan tersebut.


Ia tidak bergeming ketika sejumlah orang menertawakannya karena menempatkan Pancasila sebagai pilar. Tapi, seperti langkah politik Gus Dur (KH Abdurrahman Wahid), yang tidak terlalu mementingkan kemasan kecuali substansi dan hakekatnya, perdebatan “pilar atau dasar (negara)” di tengah masyarakat itu membuktikan satu hal:

tujuan Taufik Kiemas memasukan kembali (4) nilai warisan para pendiri bangsa dalam pikiran bangsanya telah berhasil.


Mudah dibayangkan, kalau Taufiq Kiemas tidak menempatkan Pancasila dalam khasanah “perpilaran”, pasti Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika tidak akan menjadi pembicaraan sehangat seperti sekarang. Benar, bagi Taufik Kiemas, tidak penting Pancasila itu dikategorikan dasar atau pilar. Yang penting segera dihayati, dan nilai-nilainya diimplementasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.


Memberi visi. Mengajak orang berpikir ke depan. Itulah gaya Taufik Kiemas. Sekarang kita baru merasakan “kebenaran” kata-kata dan pikiran almarhum. Termasuk kita baru paham belakangan ini bahwa orang yang kekanak-kanakan kalau jadi pemimpin akan berbahaya bagi bangsa dan negara.


Saya mulai mengenal dekat Taufik Kiemas (2000-2001) ketika almarhum sebagai suami wakil presiden (Megawati) dan saya juru bicara presiden (Gus Dur). Dalam beberapa kesempatan, kami suka terlibat dalam percakapan yang hangat tentang berbagai persoalan bangsa. Tapi Taufik Kiemas selalu mengambil posisi sebagai orang yang merasa lebih tua, karena itu merasa lebih tahu.


Kini kita harus menelisik lagi satu persatu tokoh berkualitas negarawan 24 karat, tempat kita bertanya untuk memecah kebekuan dan kebuntuan dalam kita berbangsa dan bernegara. Tapi masih adakah? (B)